PALEMBANG- Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) masih bergulat dengan masalah kemiskinan yang kompleks. Meski dikenal kaya akan sumber daya alam dan potensi wisata, sejumlah kabupaten di Sumsel mencatatkan angka kemiskinan yang tinggi, mencerminkan tantangan serius dalam pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, berikut ini adalah empat kabupaten di Sumatera Selatan dengan persentase penduduk miskin tertinggi dikutip dari IDN Times Sumsel.
Muratara tercatat sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumsel. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas pada 2013. Meski memiliki potensi sumber daya alam melimpah, sekitar 17,38 persen dari total penduduknya yang berjumlah sekitar 188 ribu jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Keterbatasan lapangan kerja, rendahnya akses pendidikan, serta lemahnya infrastruktur menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat Muratara.
Kabupaten Lahat, yang dikenal dengan julukan "Negeri Seribu Megalitik", berada di posisi kedua. Meskipun memiliki kekayaan wisata alam seperti Bukit Jempol dan potensi pertanian, angka kemiskinan di kabupaten ini masih tinggi, mencapai 14,14 persen.
Dengan jumlah penduduk sekitar 430 ribu jiwa, ketergantungan terhadap sektor tertentu dan kurangnya diversifikasi ekonomi menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan angka kemiskinan.
Kabupaten Musi Rawas, yang berbatasan langsung dengan Muratara, juga menghadapi persoalan kemiskinan yang cukup signifikan. Potensi pertanian seperti karet dan padi memang tinggi, namun urbanisasi dan meningkatnya angka kelahiran membuat angka kemiskinan tetap di angka 13,34 persen.
Pemerintah daerah tengah menggencarkan program pemberdayaan ekonomi masyarakat, namun tantangan infrastruktur dan pendidikan masih menjadi penghambat utama.
Dengan luas wilayah mencapai lebih dari 14.000 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 620 ribu jiwa, Muba menjadi kabupaten keempat dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumsel.
Upaya pengentasan kemiskinan telah dilakukan melalui program-program seperti "Bantu Umak" yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah. Meski demikian, efektivitas program tersebut masih menjadi pertanyaan di tengah kondisi kemiskinan yang masih menyentuh angka 12,88 persen.
Kemiskinan di daerah-daerah ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut persoalan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan manusia secara keseluruhan. Pemerintah daerah dan pusat dituntut untuk menghadirkan kebijakan yang tepat sasaran dan berkelanjutan.