LAHAT – Kasus dugaan pungutan liar (pungli) dana desa di Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, akhirnya menemui titik terang. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel mengungkapkan modus operandi yang digunakan dua tersangka dalam kasus ini: N, Ketua Forum Kepala Desa, dan JS, Bendahara Forum.
Keduanya resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim Kejati Sumsel pada pekan ini. Modus yang digunakan pun tergolong rapi dan sistematis, memanfaatkan struktur forum kepala desa sebagai kedok untuk menarik iuran dari para kades.
Dalam keterangan pers, Asisten Pidana Khusus Kejati Sumsel, Adhryansah, menjelaskan bahwa kedua tersangka menggunakan nama forum sebagai alat untuk meminta uang dari para kepala desa.
“Para kades diminta menyetor uang sebesar Rp 7 juta per tahun, dengan alasan untuk mendanai kegiatan sosial dan silaturahmi antara Forum Kades dan instansi pemerintahan,” ungkap Adhryansah, Jumat (25/7/2025).
Pada praktiknya, setiap kepala desa sudah mulai menyetor Rp 3 juta di tahap awal kepada bendahara forum, JS. Yang menjadi persoalan utama, dana yang disetorkan berasal dari anggaran dana desa, yang sejatinya merupakan bagian dari keuangan negara dan harus digunakan untuk pembangunan serta kepentingan masyarakat desa.
Penyidik Kejati juga mengungkap bahwa praktik pungutan ini bukan hanya terjadi di tahun 2025, melainkan sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Namun, nilai pungutan tahun ini jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
“Ini bukan modus baru. Sudah dilakukan bertahun-tahun, hanya saja tahun ini jumlahnya lebih besar dan lebih terstruktur,” kata Adhryansah.
Dari hasil OTT, Kejati Sumsel berhasil menyita:
Uang tunai Rp 65 juta
Beberapa dokumen penting
Handphone milik tersangka dan pihak terkait
Saat ini, kedua tersangka telah ditahan di Rutan Kelas I Palembang untuk menjalani masa penahanan awal selama 20 hari, dari tanggal 25 Juli hingga 13 Agustus 2025.
Atas perbuatannya, N dan JS dijerat dengan pasal-pasal berat:
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18
dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001,
serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adhryansah menegaskan bahwa tindakan ini telah mencederai amanah pengelolaan dana desa yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.
“Yang jadi masalah bukan hanya kerugiannya, tapi dampaknya. Uang desa seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, malah disalahgunakan untuk kepentingan forum,” tegasnya.